Novita Angie dan Tantangan Jalani Tiga Profesi Secara Bersamaan

Article on Qerja.com, Star Leader. Novita Angie dan Tantangan Jalani Tiga Profesi Secara Bersamaan
Novita Angie dan Tantangan Jalani Tiga Profesi Secara Bersamaan
by Syahrina Pahlevi
Novita Angie mengawali karirnya sejak masih belia. Ia memulai perjalanannya dengan mengikuti ajang pemilihan Gadis Sampul di majalah GADIS pada 1992. Kala itu ia sukses menjadi finalis di ajang tersebut. Setelah itu, wanita yang kini telah memiliki dua orang buah hati ini mulai terjun serius ke dunia hiburan. Berbagai macam profesi seperti menjadi pemain iklan, sinetron, dan juga film sudah pernah dilakoninya. Sosoknya juga dikenal sebagai salah satu MC kawakan di Tanah Air.

Belakangan, ia juga aktif menjadi penyiar radio di Cosmopolitan FM dan juga Editor in Chief di majalah HELLO! Indonesia. Kepada Qerja, Novita Angie berbagi cerita tentang tantangan yang dihadapinya saat menjalani tiga profesi tersebut.

Di mana Anda lahir dan besar?
Saya lahir di Jakarta, 30 November 1975. Saya lahir dan besar di Jakarta.

Adakah kebiasaan waktu kecil yang masih terbawa hingga saat ini?
Ada, kebiasaan ngomong. Saya itu tukang ngomong. Hahaha. Sampai waktu kecil, saat saya masih duduk di Sekolah Dasar, saya pernah dihukum bersama tiga orang teman saya, tiga-tiganya cowok, kami dilarang pulang setelah kelas selesai. Kami berempat harus berdiri di depan kelas dan diplester mulutnya. Jadi benar-benar pernah dihukum karena kebiasaan saya ngomong ini. Kebetulan waktu itu saya bersekolah di sekolah Katolik, dan susternya marah karena kami berempat tidak pernah berhenti ngomong di dalam kelas.

Bagaimana biasanya Anda memulai hari?
Saya selalu bangun sekitar pukul 5 kurang setiap paginya. Lalu saya mandi. Setelah saya rapi kemudian saya langsung membangunkan kedua anak saya, lalu mereka mandi. Baru saya berangkat ke radio untuk siaran pagi. Tapi kalau mereka sedang ada ulangan, saya membangunkan mereka segera setelah saya juga bangun. Jadi saat saya mandi, mereka juga mandi. Saat saya sudah siap, mereka akan belajar mempersiapkan ulangan mereka.

Do you prefer coffee or tea?
Tea. I’m a tea person. Kalau mengantuk saja saya memilih minum teh. Oh, kalau boleh ditambahkan, saya itu tea and chocolate milk person. Any kind of chocolate milk, I will enjoy it.

Bagaimana biasanya Anda menghabiskan waktu di akhir pekan?
Tidur. Hahaha. Mengingat saya selalu memulai hari saya sangat pagi sekali setiap harinya. Dan kegiatan saya itu benar-benar sudah nge-gas full mulai pukul 6 pagi sampai kegiatan hari itu selesai. Jadi akhir minggu itu memang waktunya saya untuk bangun lebih siang. Sebisa mungkin saya menghindari kegiataan di pagi hari saat akhir pekan.
Kalau dulu sebelum kerja kantoran, pulang siaran saya bisa tidur, tetapi sekarang setiap selesai siaran kalau memang tidak ada jadwal syuting maka saya langsung ke kantor.
Selain itu kenapa saya lebih suka tidur di akhir pekan, karena biasanya akibat pekerjaan saya yang mengharuskan saya memulai semua di pagi hari, maka Jumat malam itu biasanya saya pulang agak malam.

Yah, sesiang-siangnya saya bangun di akhir pekan biasanya hanya sekitar pukul 8 pagi. Lalu setelah itu saya akan menghabiskan waktu bersama suami dan juga anak-anak saya, mengingat saat weekdays, jam kerja suami saya dan saya itu terbalik. Apalagi saat dia harus syuting untuk pertandingan sepakbola.

Kalau mengenai hobi?
Nonton. I like to watch movies. Makanya jika televisi di rumah saya sedang menyala pasti selalu di stasiun televisi kabel yang menayangkan film.

Film favorit Anda?
Pretty woman dan Click. Kalau Pretty Woman nggak usah ditanya lagi lah ya, everybody loves it. Sementara itu kalau film Click, setiap menonton film itu saya pasti selalu menitikkan air mata.

Adakah topik terkini yang menarik perhatian Anda?
Saya selalu tertarik terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan anak dan juga masalah korupsi. Tapi kalau untuk masalah korupsi saya pasti terbawa emosi.

Saya merasa bahwa negara ini memang sudah bobrok dan susah sekali untuk membenahinya. Butuh ketegasan dan keberanian tersendiri. Saya selalu emosi saat melihat berita tentang korupsi dan juga kebobrokan moral dari pejabat Indonesia. Menyedihkannya adalah sekarang kebobrokan moral tersebut juga sudah merambah ke semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Menurut saya ini juga imbas dari pembodohan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Banyak sekali tayangan televisi yang tidak mengedukasi yang tetap dipertahankan. Pemerintah seperti membiarkan masyarakatnya tetap bodoh. Di situ saya merasa marah dan kesal.

Lucunya, satu waktu saya pernah bertemu dengan seseorang yang mampu membaca past life dan juga aura. Saat dia melihat aura saya, dia hanya berkata, “Mbak, kurang-kurangin nonton berita ya, Mbak.” Saya tanya kenapa. Dia bilang bahwa setiap saya menonton dan membaca berita yang ada, maka akan mengaduk-aduk emosi saya. Saya pribadi merasa hal itu benar, tetapi pekerjaan yang saya jalani ini juga menuntut saya untuk tahu tentang perkembangan kondisi yang terjadi di masyarakat sekarang.

Anda kuliah di mana, jurusan apa, dan kenapa?
Saya kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti. Alasannya karena pada saat itu saya tidak mau ikut Ospek (Orientasi Studi Pengenalan Kampus). Akhirnya saya survei, kampus mana yang fakultasnya memiliki jumlah mahasiswa paling banyak sehingga memungkinkan saya lolos dari kegiatan Ospek. Akhirnya pilihan jatuh pada Fakultas Ekonomi Manajemen Trisakti yang pada saat itu jumlah peminat bidang tersebut banyak sekali. Masa-masa itu kebetulan kegiatan Ospek di Indonesia sedang gila-gilanya, dan saat itu saya sudah mulai terjun di dunia model.

Tetapi kalau boleh jujur, sebenarnya saya ingin sekali kuliah di jurusan hukum atau psikologi. Tapi karena saat SMA saya masuk di kelas A3 (jurusan IPS), maka sebenarnya kesempatan saya hanya masuk di fakultas hukum.

Apakah pekerjaan pertama Anda?
Pekerjaan pertama saya itu ikut pemotretan untuk sebuah artikel, waktu itu saya pemotretan selama tiga jam sehingga saya mendapatkan bayaran sebesar 75 ribu rupiah. Jadi tahun 1992, usia saya masih 16 tahun, saya mendapatkan penghasilan pertama saya. Tapi kalau mau mundur lebih jauh lagi, saya ingat pernah membintangi iklan mie instan waktu kelas 1 SD, tapi saya tidak tahu berapa bayarannya, karena saat itu semua di urus oleh papa saya.

Sekarang Anda menjalani tiga profesi: sebagai pelaku dunia hiburan, penyiar radio sekaligus MC, dan juga Editor in Chief di majalah HELLO!. Dua pekerjaan di antaranya adalah dunia balik layar. Apa titik balik yang akhirnya membuat Anda memutuskan untuk terjun ke dunia balik layar?
Bagi saya, saya menjalankan karir saya itu melaui proses, bukan secara instan. Dimulai dengan saya menjadi model, lalu mendapat tawaran main sinetron, main film, lalu menjadi presenter, setelah itu saya mendapatkan menjadi penyiar radio, sekaligus terjun di dunia MC, dan yang terakhir adalah tawaran menjadi seorang Editor in Chief.

Dunia entertainment itu adalah dunia yang jenjang karirnya tidak panjang, walaupun saya pernah berakting dan suka, but I don't really enjoy the process. Really wasting my time. Saya tidak suka dan tidak sabar saat harus menunggu di lokasi. I don't like it. Selain itu saya juga merasa tertantang untuk melakukan hal yang lain, seperti menjadi penyiar radio atau presenter. Satu pekerjaan yang mengharuskan saya untuk berpikir lebih. Bukan saya mengecilkan dunia akting, tetapi mungkin memang bukan passion saya. Bagi saya berakting itu susah. Sementara di dunia balik layar, saya harus berpikir, menggunakan kemampuan saya dan saya menyukainya.

Pada dasarnya, kalau ditanya tentang cita-cita aku selalu ingin menjadi seorang penyiar radio. Kalau dulu pemikiran ceteknya adalah gue ngomong dibayar, apa nggak kurang enak hidup gue. Mengingat saya memang suka ngomong dan papa saya juga seorang penyiar radio, menjadi penyiar radio memang merupakan mimpi saya sejak dulu.

Saat saya mendapat tawaran menjadi Editor in Chief di HELLO! Indonesia saya sempat berpikir, ah gila kali gue kerja kantoran. Tapi di satu sisi saya juga berpikir bahwa saya mau “naik kelas”. Saya mau melakukan sesuatu yang bisa membuat diri saya sendiri bangga, membuat keluarga saya, terutama anak-anak saya bangga. Saya ingin melakukan sesuatu yang juga bisa menantang diri sendiri. Dan salah satunya menerima tawaran menjadi Editor in Chief. Kalau ditanyakan sulit, pasti. Beruntung suami saya mendukung penuh dan selalu memberikan semangat kepada saya.

Beruntung juga saya termasuk orang yang total saat melakukan sesuatu. So when I say yes to something, I will be total on it. Teman-teman saya sempat heran, mereka berpikir kenapa saya mau capek-capek kerja kantoran mengingat kasarnya penghasilan saya sekali menjadi MC tidak jauh dengan gaji sebulan yang saya dapatkan saat kerja kantoran. Tapi ada hal lain yang saya dapatkan saat saya menjadi seorang Editor in Chief. Menerima pekerjaan ini ibaratnya saya seperti sekolah lagi dan ini adalah pengalaman yang sangat mahal sekali harganya, belum lagi saya harus menambah kemampuan di berbagai bidang. Saya belajar dan mendapatkan pengalaman baru yang banyak sekali di sini. Termasuk kesempatan untuk menghadiri konferensi tingkat dunia dan melakukan presentasi di hadapan orang-orang dari berbagai belahan dunia tersebut.

Saya sadar posisi saya sebagai seorang public figure, tetapi saat saya mengiyakan pekerjaan sebagi Editor in Chief, saya juga tidak mau hanya sekadar menjadi pemanis aja. Saya membuktikan bahwa saya mengenal majalah yang saya pimpin dengan baik dan saya juga terlibat dalam berbagai proses di dalamnya. Mulai dari menentukan tema bulanan, menentukan artis mana yang harus diwawancara, ikut menulis berita, membuat cover, dan lain-lain.

Apakah Anda sempat terganggu dengan anggapan sebagai pemanis tersebut?
Tidak, karena saya tidak merasa harus membuktikan kepada siapapun. Saya hanya membuktikan ini kepada diri sendiri dan kepada keluarga. Seiring berjalannya waktu sekarang orang-orang di sekitar saya mulai menyadari bahwa saya memang benar-benar bekerja di balik layar. Pekerjaan di belakang layar ini justru yang membuat saya happy. Saya merasa sangat terisi. Merasa saya bisa melakukan hal-hal yang memberikan tantangan kepada saya.

Tiga pekerjaan, apakah saja tantangan yang dihadapi di setiap pekerjaannya?Kalau menjadi penyiar radio, tantangan terbesarnya adalah menjaga mood. Radio itu adalah theatre of mind dan menjadi penyiar radio itu harus mampu membuat seseorang stay tuned mendengarkan padahal orang yang berbicara ini tidak ada di hadapannya. Kalau boleh jujur, saat ada dua orang yang datang kepada saya, yang satu bilang bahwa dia suka sama aku karena sering melihat saya di layar kaca sementara yang satu bilang bahwa dia adalah pendengar setia saya, saya lebih happy kalau dia adalah penggemar setia saya. Itu happy banget rasanya. itu tandanya saya berhasil menjadi seorang penyiar radio.

Kalau menjadi seorang Editor in Chief, tantangan tersulit yang saya hadapi justru di awal-awal. Kendala terbesar saat saya harus mengatur banyak orang sebagai pemimpin mereka. Saya belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik, mengingat sebagai pemimpin saya pastinya tidak bisa menyenangkan semua orang. Tetapi saya harus bisa diterima oleh semua orang.

Ada juga masa saya harus membuktikan kepada tim saya bahwa saya di sini memang untuk bekerja, mengingat kemampuan saya jauh di bawah. Rata-rata mereka memang memiliki pendidikan dan terjun di bidang jurnalistik, tetapi saya harus mampu membuat mereka menerima bahwa saya adalah pemimpin mereka dan mau bekerja sama dengan saya.

Sementara itu di dunia hiburan dan presenter, I’ve been doing this since 1995, jadi kebanyakan sekarang klien mempekerjakan saya karena mereka ingin saya menjadi diri saya sendiri. Tidak ada aturan tertentu yang harus saya turuti. Jadi sudah tidak terlalu ada tantangannya lagi. Hmmm, oh ada satu tantangan terbesar di dunia selebritas ini, yaitu to stay slim. And I hate that. Hahaha.

Bagaimana dukungan keluarga terhadap karir Anda?
Dukungan mereka besar sekali. Terutama suami dan anak-anak saya juga. Dukungan dari keluarga besar juga tidak kalah besarnya. Mereka rela menjaga anak-anak saat saya sedang harus bekerja di luar kota, menghadiri rapat di sekolah mereka, menjaga anak-anak saat saya harus meeting sementara mereka sedang sakit sakit. Without them, I wouldn't make it.

Apakah anak-anak tidak protes karena mamanya bekerja?
Salah satu tujan saya bekerja memang untuk memperlihatkan kepada anak-anak bahwa saya terus berkarya dan melakukan sesuatu. Kebetulan saya dan suami sangat ingin saat anak-anak kami sudah dewasa mereka akan bekerja, berkarya dan berkarir, memperkaya ilmu dan juga tertantang melakukan sesuatu. Kami ingin memberitahukan juga kepada mereka bahwa pilihan profesi dalam bekerja itu banyak sekali.

Bagaimana cara Anda menyeimbangkan kehidupan sosial dengan pekerjaan?
Pada dasarnya saya tidak terlalu senang berkumpul dengan orang-orang baru. Kalaupun berkumpul, ya dengan teman-teman yang sudah saya kenal. Jadi menyeimbangkannya sangat mudah bagi saya. Terkadang saya malah hanya ingin berada di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga, bersama anak-anak. Hanya satu hal yang saya rindukan dari semua pekerjaan yang saya jalani ini, saya cuma kangen tidur siang. Hahaha. Kalau masalah bergaul, jika ada waktunya, ya saya bergaul. Kalau tidak ad,a ya sudah tidak apa-apa. Yang penting saya bisa menghabiskan waktu bersama keluarga saya.


Foto: Dokumen Istimewa Majalah HELLO! Indonesia

No comments:

Post a Comment